Antara Harapan dan Peran: Menggugah Kesadaran Politik Generasi Milenial

 


Oleh : Muliadi

Master of Islamic Finance and Banking

Universiti Utara Malaysia & UIN Ar-Raniry Banda Aceh (Double Degree)


Volunteer Pedia| Opini --- Masyarakat Indonesia saat ini tengah disibukkan dengan proses tahapan Pilkada serentak 2024 yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024. Sebagai salah satu pesta demokrasi di Indonesia, Pilkada 2024 ini akan menjadi salah satu momen paling penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, terutama bagi generasi muda, yaitu Gen Z dan Milenial. Dengan lebih dari 70 juta pemilih yang berasal dari kelompok ini, suara mereka tidak hanya penting, tetapi juga dapat menjadi penentu dalam pemilihan kepala daerah.


Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih muda berusia 17 hingga 30 tahun diperkirakan akan menyumbang sekitar 30% dari total pemilih, yang menunjukkan potensi besar mereka dalam memengaruhi hasil pemilu. Namun, di balik antusiasme ini, terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh generasi muda dalam proses pemilihan.


Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh pemilih milenial adalah kelimpahan informasi yang beredar di media sosial. Di satu sisi, akses informasi yang mudah dan cepat membuat generasi ini lebih peka terhadap isu-isu politik. Namun, di sisi lain, informasi yang berlebihan dan tidak terverifikasi dapat menyebabkan kebingungan. Menurut survei yang dilakukan oleh Polling Institute pada pertengahan tahun 2024, sekitar 45% Gen Z dan Milenial menganggap media sosial sebagai sumber informasi utama mengenai calon kepala daerah. Sayangnya, banyak dari mereka yang lebih memilih untuk mengikuti tren di media sosial daripada menggali informasi yang lebih mendalam tentang isu-isu politik. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inovatif dan menarik dalam menyampaikan informasi politik kepada generasi ini.


Berdasarkan penelitian, banyak milenial yang terjebak dalam informasi yang tidak akurat, termasuk berita palsu, yang dapat memengaruhi pandangan dan keputusan mereka. Hal ini menjadi perhatian serius, karena ketidakpastian dalam menentukan pilihan dapat berujung pada apatisme, di mana pemilih milenial memilih untuk tidak terlibat sama sekali dalam proses politik. Dalam konteks ini, media massa dan platform digital memiliki peran penting dalam membentuk persepsi dan pengetahuan politik milenial. Oleh karena itu, penting bagi media untuk berkomitmen menyajikan informasi yang akurat dan berkualitas, serta memberikan ruang bagi diskusi dan debat yang konstruktif.


Selain tantangan informasi, kompleksitas pilihan dalam pemilu juga menjadi masalah. Dengan banyaknya partai politik dan calon yang menawarkan berbagai visi dan misi, milenial mungkin merasa kesulitan untuk menentukan pilihan yang tepat. Data menunjukkan bahwa sekitar 62% responden menyatakan bahwa mereka akan memilih kandidat yang memiliki program kerja yang konkret, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan ekonomi seperti pengelolaan lingkungan hidup, transparansi anggaran daerah, dan peningkatan kualitas layanan publik dan keterbukaan lapangan pekerjaan yang luas serta pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda sangat peduli terhadap isu-isu tersebut yang tengah berkembang, dan mereka menuntut para calon kepala daerah untuk tidak hanya menonjolkan visi-misi yang bersifat jangka panjang, tetapi juga menawarkan program-program yang inovatif dan dapat diimplementasikan dalam waktu dekat.


Selain faktor sosial dan ekonomi, isu-isu agama juga memainkan peran yang sangat signifikan dalam menentukan preferensi politik pemilih muda. Di Indonesia, sebagai negara dengan populasi mayoritas beragama, nilai-nilai agama sering kali menjadi acuan utama dalam menilai kapabilitas dan integritas seorang calon pemimpin. Bagi banyak pemilih, komitmen calon terhadap nilai-nilai keagamaan menjadi indikator penting yang menunjukkan apakah mereka akan memimpin dengan adil dan berlandaskan etika. Oleh karena itu, perhatian calon terhadap lembaga pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama seperti pesantren, juga menjadi pertimbangan utama. Kepedulian terhadap pengembangan pendidikan berbasis Islam, dukungan untuk pesantren, serta komitmen dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama dianggap sebagai bukti nyata pemahaman calon terhadap kebutuhan umat. Generasi muda harus mampu menyaring informasi ini dengan bijak dan tidak terjebak pada politisasi agama yang bisa memecah belah masyarakat.


Untuk meningkatkan kesadaran politik di kalangan pemilih milenial, berbagai langkah strategis perlu diimplementasikan. Pertama, pendidikan politik harus menjadi bagian integral dari kurikulum di lembaga pendidikan. Melalui pengajaran yang efektif tentang demokrasi, hak-hak sipil, dan pentingnya partisipasi politik, generasi muda akan lebih siap dan percaya diri dalam terlibat dalam proses politik. Kedua, organisasi pemuda dan komunitas masyarakat juga bisa berperan aktif dalam menggugah kesadaran politik melalui kegiatan seperti seminar, diskusi publik, dan kampanye sosial. Dengan cara ini, mereka dapat memberikan edukasi politik yang memadai bagi pemilih muda, sehingga mereka dapat memilih calon kepala daerah yang benar-benar memiliki kapabilitas dan integritas.


Di era digital seperti saat ini, pemanfaatan teknologi informasi juga bisa menjadi salah satu strategi utama dalam mengedukasi pemilih muda. Penggunaan platform digital dan media sosial lainnya, dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan informasi tentang calon, program kerja, serta tahapan pemilihan. Selain itu, kampanye politik yang dikemas dalam format interaktif seperti video singkat, infografis, atau diskusi daring akan lebih mudah diakses dan diterima oleh generasi muda yang terbiasa dengan konten visual. Dengan menggunakan pendekatan yang lebih modern ini, informasi politik yang disampaikan akan terasa lebih relevan dan menarik bagi Gen Z dan Milenial.


Keterlibatan langsung generasi muda dalam proses politik juga sangat penting. Banyak dari mereka yang aktif terlibat dalam kegiatan politik, baik sebagai relawan kampanye maupun sebagai bagian dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Keterlibatan ini menunjukkan bahwa generasi muda memiliki keinginan kuat untuk ikut serta dalam proses politik dan berkontribusi bagi kemajuan daerahnya . Namun, meskipun antusiasme tinggi, ada tantangan yang harus dihadapi, yaitu minimnya pemahaman politik dan kurangnya informasi yang akurat terkait tahapan Pilkada. Hal ini membuat sebagian besar Gen Z dan Milenial merasa ragu dalam menentukan pilihan mereka.


Dalam menghadapi tantangan ini, sosialisasi yang intensif dari KPU dan organisasi masyarakat sipil sangat diperlukan. Mereka perlu memberikan edukasi politik yang memadai bagi pemilih muda, sehingga mereka dapat memilih calon kepala daerah yang benar-benar memiliki kapabilitas dan integritas. Dengan kemajuan teknologi, generasi muda dapat memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan informasi yang valid, melawan hoaks, serta mendorong teman-teman sebaya mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam Pilkada.


Pilkada 2024 adalah kesempatan emas bagi Gen Z dan Milenial untuk menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar kelompok pemilih, tetapi juga merupakan generasi yang memiliki kesadaran politik tinggi dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan daerah dan bangsa. Sebagai generasi yang dinamis dan adaptif, mereka memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan yang dapat membawa inovasi dan semangat baru dalam pemerintahan daerah. Dengan antusiasme yang tinggi dan semangat partisipasi yang besar, diharapkan generasi muda dapat mendorong terwujudnya Pilkada yang bersih, transparan, dan berintegritas.

Sebagai penutup, penting bagi kita semua untuk menyambut Pilkada 2024 dengan semangat, partisipasi aktif, dan komitmen untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan positif bagi daerah kita. Generasi muda harus menyadari bahwa pilihan mereka akan berdampak besar pada pembangunan daerah dalam lima tahun ke depan. Dengan membangun kesadaran politik yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam proses pemilihan, Gen Z dan Milenial dapat memastikan bahwa suara mereka didengar dan diakui dalam menentukan masa depan bangsa. []



*) Penulis merupakan alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan saat ini sedang melanjutkan S2 di Universiti Utara Malaysia Programme Master in Islamic Finance and Banking

Lebih baru Lebih lama