Fenomena Kotak Kosong: Demokrasi Tanpa Kompetisi

 

Irfan Maulana (Pemerhati Politik Muda Asal Aceh Tamiang)

Volunteer Pedia | Opini --- Fenomena  maraknya pasangan calon tunggal pada Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024 menjadi tanya besar tentang peran partai politik dalam konstelasi politik di Indonesia. Berdasarkan data dari KPU RI, terhitung total daerah yang akan melawan kotak kosong pada Pilkada 2024 ada 41, yang terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota, hal tersebut menjadikan Pilkada 2024 terbanyak pasangan tunggal atau pasangan yang akan melawan kotak kosong.

Partai Politik Gagal Jalankan Fungsi


Melihat fenomena kotak kosong di Pilkada 2024 menimbulkan suatu hal yang sangat aneh. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang Multipartai tapi nyatanya partai politik tidak mampu menciptakan demokrasi yang baik dalam ajang pesta rakyat, padahal hal tersebut merupakan peran utama dari partai politik. Mengkaji hal tersebut, tentu harus melihat bagaimana kedudukan partai politik dalam konstelasi politik di Indonesia.


Menurut Edmund Burke (2005) partai politik adalah lembaga yang terdiri dari atas orang-orang yang bersatu, untuk memperomosikan kepentingan nasional. Adapun fungsi yang fundamental dari partai politik adalah political selection (memilih calon pemimpin politik) dan kaderisasi. Oleh sebab itu, fenomena kotak kosong memberikan tanda tentang gagalnya partai politik dalam menjalankan fungsi tersebut. Partai politik semestinya selalu mempersiapkan calon yang diusungkan dalam kontestasi politik. Tapi faktanya, partai politik tidak mampu menyiapkan kader-kader sendiri karena tidak mampu melakukan seleksi dan kaderisasi yang efektif bahkan takut untuk berkompetisi.


Partai politik menjadi garda terdepan untuk menjaga ekosistem demokrasi, tapi dengan kompaknya partai politik berkongsi mengusung 1 (satu) pasangan calon atau tidak mampu memberikan kandidat calon sendiri justru akan meruntuhkan ruh dalam pemilu dan demokrasi.

Masyarakat Yang Dirugikan

Tugas partai politik mestinya mampu melahirkan pemimpin. Tapi dari versi elite partai dengan versi rakyat sering kali tidak sejalan, seperti halnya muncul kotak kosong. 


Dari segi perspektif masyarakat, munculnya fenomena kotak kosong menunjukkan ketidakmampuan partai politik untuk membentuk kepercayaan dan membangun elektabilitas di hati masyarakat. Ikut dalam kontestasi bukan hanya untuk menang atau kalah, namun yang terlebih penting adalah bagaimana partai politik mampu membentuk simpati masyarakat. 


Saat partai politik tidak berani mengusung kader partai sendiri atau membentuk koalisi agar menciptakan pasangan baru sehingga ada kompetisi, maka secara tidak langsung partai politik memperlihatkan bahwa mereka tidak percaya diri.


Ajang Pilkada menjadi pesta demokrasi bagi masyarakat yang akan melihat dan menyaksikan para partai politik dengan calon-calon yang mereka usung akan mengadu gagasan, visi dan misi untuk masa depan Aceh Tamiang. Tapi, dengan gagalnya partai politik di Aceh Tamiang menciptakan kontestasi pada demokrasi 2024 menunjukkan gagalnya mereka merumuskan kebijakan yang relevan untuk daerah tersebut.


Fenomena munculnya kotak kosong mengakibatkan hilangnya pilihan bagi masyarakat. Pilkada mestinya menyajikan pilihan alternatif kepada masyarakat untuk menentukan sosok yang terbaik untuk memimpin daerahnya. Tapi, ketika cuma ada satu calon dan akan melawan kotak kosong, masyarakat tidak disediakan untuk memilih secara rasional sehingga masyarakat sangat dirugikan.


Akhir Kata

Fenomena kotak kosong dalam Pilkada tidak hanya mencerminkan demokrasi yang tidak sehat tetapi juga kegagalan institusi politik dalam menjalankan fungsi mereka agar tercapai tujuan Peace, Justice, and Strong Institutions.


Partai politik harus mampu menjalankan fungsi seleksi dan kaderisasi dengan baik, membangun kepercayaan dengan masyarakat, serta merumuskan kebijakan yang relevan dan visioner. sebab ditengah pragmatisme politik, publik semakin butuh ideologi. 


Mari kita gunakan pelajaran ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan lebih adil bagi semua. []

Lebih baru Lebih lama